Mengapa Soeharto Menjadikan 1 Oktober sebagai Hari Kesaktian Pancasila?

Oleh
karena Pancasila itu diterima dan didukung oleh Rakyat, walaupun
diantara para pendukung Pancasila itu sendiri belum tentu bisa
memahaminya secara jelas, namun kepercayaan atau kecintaan Rakyat
terhadap Pancasila dan penggalinya (Bung Karno) telah sangat melekat.
Hal inilah yang kemudian dimanipulasi oleh Jenderal Soeharto dan
jenderal-jenderal Angkatan Darat lainnya untuk mengkhianati dan
menghancurkan Pancasila dan penggalinya sekaligus.
Tanggal
1 Oktober 1965 dini hari, yaitu hari yang sesungguhnya ketika apa yang
menamakan dirinya Gerakan Tigapuluh September atau G30S itu bergerak,
setelah salah seorang pelakunya yang juga merupakan orang terdekat
jenderal Soeharto yaitu Kolonel Latif melaporkan rencananya kepada
Soeharto yang sedang menunggu anaknya bernama Tommy Soeharto di rumah
sakit Gatot Subroto.
Pada
tanggal 1 Oktober 1965 dinihari itu jugalah Jenderal Soeharto memimpin
appel di KOSTRAD terhadap militer dari beberapa batalyon (530, 524 dan
328) yang tersebar di Jakarta Barat, Jakarta Utara dan Jakarta Selatan.
Ketika mereka didatangkan ke Jakarta dengan pasukan siap tempur atas
perintah radiogram Pangkostrad Mayjen Soeharto dengan alasan dalam
rangka memperingati hari ABRI 5 Oktober 1965.
Pada
hari-hari sebelum terjadinya G30S, ketika pasukan dari Batalyon 530
yang dipimpin oleh Bambang Supeno, Rakyat di Jakarta Barat sangat senang
menerima kehadiran mereka yang menumpang di rumah-rumah Rakyat. Mereka
ikut kerja bakti social memperbaiki jalan dan kampong-kampung
bersama-sama Rakyat.
Tetapi
kemudian Rakyat menjadi ketakutan dan tidak menyukai mereka, karena pada
tanggal 30 September 1965 tengah malam (lewat jam 24.00), mereka
menghilang tanpa diketahui oleh Rakyat. Sehingga ada Rakyat yang
menggerundel : “datang sebagai tamu dengan sopan dan baik-baik, tapi pergi seperti pencuri, tanpa pamit”. Ternyata, kepergian mereka semua adalah mengikuti appel di KOSTRAD dibawah pimpinan Soeharto.
Pada
tanggal 1 Oktober itulah sebagai awal Soeharto mulai melakukan
tindakan-tindakan sendiri tanpa melakukan koordinasi baik terhadap
PANGAD, A. Yani maupun dengan Bung Karno selaku Panglima Tertinggi ABRI
mengenai adanya laporan dari Kol. Latief. Demikian juga
pembangkangan-pembangkangan selanjutnya terhadap Presiden/Pangti ABRI
Soekarno tentang pengangkatan Jenderal Pranoto Reksosamudro sebagai
Panglima Angkatan Darat.
Selanjutnya Soeharto melakukan ofensif melalui kampanye “akan melaksanakan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945 secara murni dan konsekwen”.
Sesumbar itu tidak lain adalah dalam rangka mendiskreditkan Bung Karno,
agar terkesan pemerintahan presiden Soekarno tidak melaksanakan
Pancasila secara murni dan konsekwen. Dengan menggunakan atasnama
Pancasila itu ternyata Soeharto mendapatkan simpatik dan dukungan dari
golongan anti komunis dan anti Soekarno, serta Rakyat yang belum
memahami Pancasila dalam arti sebenarnya.
Berangkat
dari situlah dan dengan memanipulasi Pancasila itulah kemudian Soeharto
berhasil melakukan siasat dan tipu muslihatnya, sehingga dapat
melakukan pembantaian besar-besaran serta melakukan penangkapan,
penyiksaan dan pembuangan terhadap puluhan ribu Rakyat yang tidak
berdosa.
Dengan memanipulasi
Pancasila itulah kemudian Soeharto berhasil melakukan kup merangkak
menggulingkan pemerintahan presiden Soekarno dan kemudian mendirikan
orde baru yang jadi proyek dan dukungan sepenuhnya dari imperialis yang
berkomplot di dalam IGGI. Maka setelah dia berhasil menjadi penguasa
tertinggi di Republik Indonesia dan menjadikan Indonesia sebagai negeri
dan masyarakat jajahan model baru (Nekolim), Soeharto menjadikan
Pancasila sebagai asas tunggal terhadap partai politik dan
organisasi-organisasi.
Dengan
demikian, Soeharto berhasil menjadikan Pancasila sebagai alat untuk
memenuhi seluruh ambisi dan kerakusannya, dijadikanlah 1 Oktober sebagai
Hari “Kesaktian” Pancasila.
Posting Komentar untuk "Mengapa Soeharto Menjadikan 1 Oktober sebagai Hari Kesaktian Pancasila?"